Drainase

 AB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

 Air merupakan sumber daya alam yang paling berharga, karena tanpa air tidak mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan manusia, hewan, dan tanaman, tetapi juga merupakan media pengangkutan, sumber energi, dan berbagai keperluan lainnya. Pada suatu saat dalam bentuk hujan lebat dan banjir, air juga dapat menjadi benda perusak, menimbulkan kerugian harta dan jiwa, serta menghanyutkan berjuta-juta ton tanah subur. 

 Distribusi air baik yang diatur oleh alam atau hasil rekayasa manusia, dapat terdistribusi dengan tidak merata seperti jumlah air yang terdistribusi terlalu banyak atau sedikit. Ketersediaan air yang berlebih atau terlalu banyak membutuhkan penanganan tersendiri dalam suatu sistem perencanaan komprehensif yang disebut sistem drainase. 

Drainase berasal dari kata drain (mengeringkan) adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan akibat hujan ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan. Drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air permukaan akibat hujan, sehingga tidak mengganggu baik aktifitas serta harta benda milik Negara maupun masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Adapun pada makalah ini penulis hanya akan membahas salah satu bagian dari perencanaan system drainase yakni “Analisis Dimensi Saluran”


1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara merencanakan dimensi saluran drainase.




1.3. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat menjadi rujukan sederhana dalam merencanakan dimensi suatu saluran drainase.





























BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tinjauan Umum

Pada saluran drainase perkotaan secara umum dikenal ada dua jenis konstruksi saluran, yaitu:

Saluran tanah tanpa lapisan 

Saluran dengan lapisan, seperti pasangan batu, beton, kayu dan baja

Saluran tanah memiliki kapasitas maksimum yang dibatasi oleh kemampuan lenis tanah setempat terhadap bahaya erosi akibat aliran terlalu cepat. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa diperlukan saluran dengan lapisan, meskipun harga saluran dengan lapisan lebih mahal.

Untuk drainase perkotaan dan jalan raya umumnya dipakai saluran dengan lapisan. Selain alasan seperti dikemukakan di atas, estetika dan kestabilan terhadap gangguan dari luar seperti lalu lintas merupakan alasan lain yang menuntut saluran drainase perkotaan dan jalan raya dibuat dari saluran dengan lapisan. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka atau saluran yang diberi tutup dengan lubang – lubang control di tempat-tempat tertentu. Saluran yang diberi tutup ini bertujuan supaya saluran memberikan pandangan yang lenih baik atau  ruang gerak bagi kepentingan lain di atasnya.

Kajian sistem drainase memerlukan tinjauan pustaka untuk mengetahui dasar teori dalam penanggulangan banjir akibat hujan lokal yang terjadi maupun akibat pasang air laut (rob). Dalam tinjauan pustaka mencantumkan dasar teori tentang alternatif penanggulangan yang akan dilaksanakan untuk pengendalian banjir di suatu daerah. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi, seperti besarnya : curah hujan, debit sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan aliran, kosentrasi sedimen sungai dan lain-lain yang akan selalu berubah terhadap waktu. Data ini digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana yang dijadikan dasar perencanaan, yaitu debit maksimum rencana di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang tertentu (Qth) yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai. Jadi, debit banjir rencana adalah debit banjir yang rata – rata terjadi satu kali dalam periode ulang yang ditinjau. Untuk mendapatkan debit banjir rencana dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui pengolahan data debit dan melalui pengolahan data hujan. Data curah hujan yang tercatat dari empat stasiun hujan dengan tersebar di daerah pengaliran sungai dapat dijadikan sebagai data curah hujan harian, yang kemudian akan dianalisis kembali menjadi data curah hujan tertinggi dalam satu periode/satu tahun. Setelah didapatkan data tersebut, maka dialih ragamkan menjadi debit banjir rencana periode ulang/dengan skala waktu tertentu. Data curah hujan yang telah dianalisis ini akan lebih lengkap apabila dibandingkan

dengan data debit banjir yang telah ada. Dalam menganalisis data debit harus tersedia rating curve yang dapat mencakup debit banjir saat muka air banjir rendah sampai dengan maksimum. Pengukuran tinggi muka air banjir dan kecepatan air banjirnya dilakukan per segmen dalam suatu penampang melintang sungai (cross section). Hal ini sangat sulit dilakukan dalam prakteknya dan membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang tidak sedikit, antara lain : petugas pencatat seringkali mengalami kesulitan pembacaan peilschale dalam pengukuran ketinggian muka air banjir pada saat banjir terlalu tinggi/terlalu deras, perlu adanya konstruksi jembatan, dan terkadang sukar memprediksi kapan waktu terjadi banjir sehingga terkadang timing pengukuran tidak tepat. Selain itu untuk daerah yang belum berkembang di mana peralatan minimal, serta sangat sulit untuk melakukan pengukuran elevasi muka air dan kecepatan saat banjir. Data debit banjir yang dipergunakan agar akurat/teliti dalam perhitungan minimal harus tersedia data 30 tahun, namun kendalanya adalah data debit tersebut seringkali tidak lengkap, mahal biayanya dan sulit dilaksanakan seperti pada bagian tempat pengamatan yang memiliki tekanan air yang tinggi atau bagian kecepatan aliran yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pengukuran pada permukaan air yang tinggi serta dapat mengakibatkan kerusakan alat oleh aliran.


 Hidrologi

Secara khusus menurut SNI No. 1724-1989-F, hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem sirkulasi/siklus air yang ada pada bumi. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi rekayasa. Secara luas hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air termasuk transformasi antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini (CD.Soemarto, 1999).


2.2.1. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (catchment area, basin, watershed) adalah daerah

tangkapan air/di mana air yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di dalam alur sungai, tetapi termasuk juga aliran di lereng-lereng bukit yang mengalir menuju alur sungai sehingga daerah tersebut dinamakan Daerah Aliran Sungai. Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran permukaan. Batas ini tidak ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu

berubah sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian (Sri Harto, 1993). Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS kecil, begitu juga dengan DAS kecil yang tersusun dari DAS lebih kecil lagi. Secara umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukit-bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul di mana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Menurut kamus Webster, DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari debit air dan muatan sedimen (Suripin, 2004). Beberapa karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan yang katakana bapak Suripin, 2004. Hal tersebut meliputi 
























2.2.2. Curah Hujan Rencana

2.2.2.1 Curah Hujan Area

Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam perencanaan pembuatan embung. Ketetapan dalam memilih lokasi dan peralatan baik curah hujan maupun debit merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang diperoleh. Analisis data hujan  dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan area dan dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono, 2003).

Cara perhitungan curah hujan area dari pengamatan curah hujan di

beberapa titik adalah sebagai berikut :

2.2.2.1 Metode Poligon Thiessen

Besarnya koefisien Thiessen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :





C = Koefisien Thiessen

Ai = Luas daerah pengaruh dari stasiun pengamatan i (Km2)

Atotal = Luas total dari DAS (Km2)

    





2.2.2.2 Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata

2.3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng


Pada prakteknya variabel S dan L dapat disatukan, karena erosi akan

bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan medan (lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya kemiringan (lebih banyak limpasan menyebabkan lebih besarnya kedalaman aliran permukaan oleh karena itu kecepatannya menjadi lebih tinggi). Gambar 2.3.a berikut menunjukkan diagram untuk memperoleh nilai kombinasi LS, dengan nilai LS = 1 jika L = 22,13 m dan S = 9%.










Gambar 2.3.a Diagram untuk memperoleh nilai kombinasi LS

Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik sebagai berikut

(Schwab et al,1981 dalam Asdak,2002) :


L = panjang kemiringan lereng (m)

m = angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang lereng dan kemiringan lereng dan dapat juga oleh karakteristik tanah, tipe vegetasi. Angka eksponen tersebut bervariasi dari 0,3 untuk lereng yang panjang dengan kemiringan lereng kurang dari 0,5 % sampai 0,6 untuk lereng lebihpendek dengan kemiringan lereng lebih dari 10 %. Angka eksponen rata-rata yang umumnya dipakai adalah 0,5 Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai berikut:


S= kemiringan lereng aktual (%)

Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLE komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi faktor LS dan dihitung dengan rumus :


L = panjang lereng (m)

S = kemiringan lereng (%)
















BAB III

PEMBAHASAN

Kriteria Teknis

Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembuataan saluran drainase, criteria teknis saluran drainase, kriteria teknis saluran drainase untuk air hujan dan air limbah perlu diperhatikan agar saluran drainase tersebut dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Kriteria teknis saluran drainase tersebut adalah sebagai berikut:

Kriteria teknis saluran drainase air hujan:

Muka air rencana lebih rendah dari muka tanah yang akan dilayani.

Aliran brlangsung cepat, namun tidak menimbulkan erosi

Kapasitas saluran membesar searah saluran.

Kriteria teknis saluran drainase air limbah 

Muka air rencana lebih rendah dari muka tanah yang akan dilayani;

Tidak mencemari kualitas air sepanjang lintasannya;    

Tidak mudah dicapai oleh binatang yang dapat menyebarkan penyakit;

Ada proses pengenceran atau penggelontoran sehingga kotoran yang ada dapat terangkut secara cepat sampai tempat ke tempat pembuangan akhir.

Tidak menyebarkan bau atau mengganggu estetika.


 Bentuk penampang saluran

Mengingat bahwa tersedianya lahan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan, maka penanmpang saluran drainase perkotaan dan jalan raya dianjurkan mengikuti Penampang Hidrolis Terbaik, yaitu suatu penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki keliling basah terkecil dengan hantaran maksimum. Unsur-unsur geometris Penampang Hidrolis Terbaik diperlihatkan pada Tabel 5.1berikut ini:

Tabel. Unsur Geometrik Penampang Hidrolis Terbaik

No.

Penampang

melintang

Luas 

(A)

Keliling basah

 (P)

Jari-jari Hidrolis 

(R)

Lebar 

Puncak

(T)


1.

Trapesium (setengah segi enam)

 . 

 . Y

 . Y

 . Y


2.

Persegi empat (setengah bujur sangkar)

2 . 

4Y

 . Y

2Y


3.

Segitiga (setengah bujur sangkar)


 . Y

  . . Y

Y


4

Setengah lingkaran

 . Y2

 . Y

 . Y

2 . Y


5

Parabola

 .  

 .  . Y

 . Y

2.  . Y


6

Lengkung hidrolis

1,3959 . Y2

2,9836 . Y

0,46784 . Y

1,91753 . Y











Gambar. Penampang hidrolis terbaik penampang melintang persegi panjang dan penampang melintang trapezium.

Untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah ke tepi, maka perlu tinggi jagaan pada saluran, yaitu jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana. Tinggi jagaan ini (F) berkisar 5% sampai 30% kedalaman aliran.

Dibanding dengan air limbah, air hujan memilki perbandingan yang besar antara debit puncak dan debit normal. Hal tersebut menyebabkan saluran drainase air hujan mempunyai mempunyai ektifitas rendah dan hanya berfungsi secara maksimal pada saat musim hujan saja. Oleh karena itu,  untuk saluran drainase air hujan dianjurkan penampangnya berbentuk saluran tersusun, mislanya seperti gambar di bawah ini. Penampang saluran setengah lingkaran diharapkan berfungsi mengalirkan debit lebih kecil dari debit rencana ataui debit akibat hujan harian maksimum rata-rata.









Gambar.  Penampang saluran tersusun 


Dimensi saluran yang direncanakan pada suatu system drainase harus mampu mengalirkan debit rencana. Dengan kata lain debit yang berada disaluran (Qs) harus sama atau lebih besar dari debit rencana (Qt).

 Tahapan dalam peencanaan dimensi saluran drainase adalah:

1. Analisa Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir pada satu titik tinjauan. Waktu konsentrasi terdiri dari 2 bagian yakni:

a. Inlet time (t0), adalah  waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai Inlet time ada beberapa yakni:

to = 56,7 x L(t0)1,156 x D0,385       (menit)

Dimana:

L(t0) : jarak titik terjauh dari daerah hulu sampai titik yang ditinjau

D: beda tinggititik elevasi terjauhdengan elevasi titik yang ditinjau

Untuk daerah pengaliran <300 m menggunakan rumus


Untuk daerah pengaliran 300 < L < 1000 menggunakan rumus


Dimana

C: Koefisien Pengaliran

Lo: Panjang Limpasan

So: Kemiringan Jalan


Menurut Rumus Kerby (1959)


L≤400m

Dimana

L: Jarak titik terjauh ke inlet (m)

nd: koefisien setara dengan kekasaran

i: kemiringan medan


b. Conduit time (td), adalah waktu yang diperlukanoleh air untuk mengalir disepanjang saluran sampai titik control yang ditentukan dibagian hilir. Conduit time dirumuskan dengan persamaan:


Dimana:

td: conduit time

L: Panjang sungai

V: Kecepatan minimum aliran sungai


Sehingga waktu konsentrasi dapat di rumuskan dengan persamaan:

tc=t0+td

Dimana

tc: waktu konsentrasi

t0: inlet time

td: conduit time


2. Analisa Intensitas Hujan

Untuk menganalisa intensitas hujan di gunakan persamaan Mononobe yakni:



Dimana:

I: Intensitas Hujan (mm/jam)

R24: tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t: waktu hujan (jam)


3. Analisa Koefisien Pengaliran / run off

Beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk menganalisa koefisien run off adalah:


Dimana:

C: koefisien run off

A1: luas area ke satu

A2: luas area ke dua

An: luas area ke n

α1: koefisien run off area ke satu

α2: koefisien run off area ke dua

α3: koefisien run off area ke n

A: luas area keseluruhan


Adapun nilai koefisien run off untuk beberapa kondisi area dapat dilihat pada rabel berikut:

Tipe Area

Koefisien run off


Pegunungan yang curam

Tanah yang bergelombang dan hutan

Dataran yang ditanami / perkebunan

Atap yang tidak tembus air

Perkerasan aspal, beton

Tanah padat sulit diresapi

Tanah agak mudah diresapi

Taman / lapangan terbuka

Kebun

Perumahan tidak begitu rapat (20 rumah / ha)

Perumahan kerapatan sedang (21-60 rumah / ha)

Perumahan rapat (61-160 rumah / ha)

Daerah rekreasi

Daerah industri

Daerah perniagaan

0.75-0.90

0.50-0.75

0.45-0.60

0.75-0.90

0.80-0.90

0.40-0.55

0.05-0.35

0.05-0.25

0.20

0.25-0.40


0.40-0.70


0.70-0.80

0.20-0.30

0.80-0.90

0.90-0.95




Persamaan lain yang dapat digunakanm untuk mrnghitung koefisien run off adalah:


C: koefisien rujn off

Ci: Koefisien pengaliran untuk bagian daerah yang ditinjau dengan satu jenis    permukaan

Ai:luas bagian daerah


4. Analsia Debit Rencana

Dimensi saluran yang direncanakan didesain berdasarkan debit air yang akan dialirkan. Dengan kata lain debit yang berada disaluran  harus sama atau lebih besar dari debit rencana .

Adapun persamaan yang dugunakan untuk menghitung debit adalah:


Dimana:

Q: debit (m3/detik)

C: koefisien pengaliran

I: intnsitas hujan

A: Luas Area


5. Perhitungan Kecepatan Saluran

Kecepatan aliran dalam saluran hendaknya tidak menyebabkan terjadinya pengendapan dan tumbuhnya tanaman pengganggu, selain itu juga perlu diperhatikan jenis material yang akan digunakan supaya kecepatan aliran tidak menggerus dasar saluran. 

Adapun nilai kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis material adalah:

Jenis Bahan

Kecepatan aliran yang diizinkan (m/s)


Pasir Halus

Lempung Kepasiran

Lanau Aluvial

Kerikil Halus

Lempung kokoh

Lempung padat

Kerkil kasar

Batu-batu besar

Pasangan Batu

Beton

Beton bertulang

0.45

0.50

0.60

0.75

0.75

1.10

1.20

1.50

1.50

1.50

1.50



Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990, BINA MARGA


6. Analisa Kekasaran Saluran

Koefisien kekasaran saluran ditentukan oleh bahan/material saluran, jenis sambungan, material padat yang terangkut dan yang terendap dalam saluran, akar tumbuhan, aligment lapisan penutup (pipa), umur saluran dan aliran lateral yang menggangu.

Adapun Nilai kekasaran saluran dapat dilihat pada table berikut:

No

Dinding Saluran


Kondisi


N


1

Pasangan Batu

Plesteran semen kurang halus

Plesteran semen dan pasir

Beton dilapisi baja

Beton dilapisi kayu

Batu bata kosong kasar

Pasangan batu keadaan jelek

0,0100

0,0120

0,0120

0,0130

0,0150

0,0200


2

Batu Kosong

Halus dipasang rata

Batu bengkaran batu pecah & batu belah

Batu guling dipasang dalam semen kerikil halus padat

0,0130

0,0170

0,0200


3

Tanah

Rata dan dalam keadaan baik

Dalam keadaan biasa

Dengan batu-batu dan tumbuh-tumbuhan

Dalam keadaan jelek

Sebagian terganggu oleh batu-batu dan tumbuh-tumbuhan

0,0200

0,0225

0,0250

0,0350

0,0500


 Sumber : Imam Subarkah, Ir., Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air

7. Perhitungan Dimensi Saluran

a. Dimensi saluran berpenampang persegi

Untuk saluran berpenampang persegi, dimensinya dapat direncanakan dengan persamaan-persamaan dibawah ini:

* A = b x h

* P = b + 2h

*

* T = b

Dimana:

A:  Luas penampang saluran (m2)

b: Lebar dasar saluran

h:tinggi saluran

P: Keliling penampamng basah (m)

R: Jari-jari hidrolis (m)

T: Lebar atas saluran (m)


b. Dimensi saluran berpenampang trapezium

Untuk saluran berpenampang trapezium, dimensinya dapat direncanakan dengan persamaan dibawah ini:

* A = (b + (m.h))h

* P = b + 2h√m2+1

*   

* T = b + 2mh

Nilai b dan h pada persamaan diatas di ambil berdasark asumsi dari kebutuhan perencanaan. Apa bila bentuk dimensinya telah kita peroleh maka kita menghitung nilai debit yang berada di saluran dengan menggunakan persamaan:


 Jika nilai debit disaluran lebih besar dari nilai debit yang direncanakan maka dimensi yang kita rencanakan sudah benar, akan tetapi jika nilai debit disaluran lebih kecil dari debit yang direncanakan, maka kita harus menghulang perhitungan dimensi saluran dengan asumsi nilai b dan h yang baru.


8. Contoh Soal

Rencanakan saluran drainase daerah dengan luas masing-masing 100m2,400m2,200m2. Koefisien run off 0.988 dan intensitas 190mm/jam. Saluran direncanakan akan dibuat dari beton.

Jawab:

Hitung besarnya debit

A = (1000 + 400 + 2000) = 3400 m2 = 0,0034 km2

C = 0,988

I = 190 mm/jam

Q = 1/3,6 x C.I.A

    = 1/3,6 x 0,988 x 190 x 0,0034

    = 0,177 m3/detik


 Penentuan dimensi saluran

Penentuan dimensi diawali dengan penentuan bahan

Saluran direncanakan dibuat dari beton dengan kecepatan aliran yang diijinkan 1,50 m/detik (Tabel)

Bentuk penampang : segi empat

Kemiringan saluran memanjang yang diijinkan : sampai dengan 7,5% (Tabel 5)

Angka kekasaran permukaan saluran Manning (dari Tabel 10) n = 0,013

Tentukan kecepatan saluran (V) < kecepatan ijin dan kemiringan saluran (is)

 V = 1,3 m/detik ( < V ijin = 1,50 m/detik )

 is= 3% (disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan, is)


Dengan dimensi : h =0,5m

maka R = F/P = (hxb)/(2h+b) = 0,5b/(1+b)

Dari persamaan didapat :



Tentukan tinggi jagaan



Jadi gambar dimensi saluran drainase permukaan :



























Penentuan Debit Maksimum bagi gorong-gorong 


Penentuan Debit Maksimum bagi gorong-gorong

Debit yang dipergunakan untuk perhitungan ukuran gorong-gorong sudah tentu dipilih yang terbesar supaya air tidak meluap ke luar salurannya di sebelah hulu gorong-gorong yang akan mengakibatkan penggenangan di tanah-tanah sekelilingnya, atau dapat merusak tanaman, atau dapat juga menggenangi jalan raya yang melintasi salurannya.

Jika diketahui besarnya debit yang akan disalurkan Q m3/det dan kecepatan air di dalam gorong-gorong V m/det, maka dapat dihitung luas penampang (A m2) gorong-gorongnya dengan rumus :

Untuk saluran-saluran pengairan, debit maksimumnya sudah tertentu besarnya, demikian pula dengan tinggi air maksimumnya. Hal ini memudahkan penentuan ukuran gorong-gorong untuk saluran pengairan. Lain halnya dengan saluran-saluran pembuangan atau sungai. Banjir di sungai tiap-tiap tahun tidak sama besarnya, ada yang disebut banjir tahunan, banjir 2 tahunan, banjir 3 tahunan, dst. Banjir 2 tahunan akan lebih besar daripada banjir tahunan dan banjir 3 tahunan akan lebih besar daripada banjir 2 tahunan, dan begitu seterusnya. Jadi banjir-banjir dengan periode ulang lebih besar memiliki debit yang lebih besar dibandingkan dengan banjir dengan periode ulang yang kecil.

Dengan demikian, akan menimbulkan pertanyaan, banjir dengan periode ulang manakah yang akan dipilih dalam merencanakan ukuran gorong-gorong? Apakah banjir 3 tahunan atau 10 tahunan atau bahkan lebih besar lagi ? Untuk dapat menjawab hal tersebut, kita pertimbangkan factor-faktor yang menentukan pemilihan tersebut, yaitu :

1.      Faktor keamanan bangunan

Pertimbangan mengenai keamanan bangunan ditinjau dari segi teknologi dan segi keamanan umum.



2.      Faktor efisiensi

Efisiensi bangunan menghendaki pemanfaataan bangunan itu sebesar-besarnya secara efektif dan efisien sesuai dengan fungsi bangunannya dengan biaya pembangunan serendah-rendahnya tanpa mengurangi keamanan bangunan. Selain itu juga perlu mempertimbangkan besarnya kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan bila bangunannya runtuh akibat banjir.

Berbeda halnya dengan bangunan-bangunan umum, bangunan air sangat beresiko terhadap bahaya banjir. Banyak bangunan yang pecah atau rusak sebagaian, atau runtuh sama sekali akibat banjir yang mengakibatkan kerugian bagi daerah-daerah di sekelilingnya berupa penggenangan air, terputusnya hubungan lalu lintas, kerusakan tanaman, hilangnya harta benda penduduk, bahkan dapat juga meakibatkan korban jiwa. Oleh karena itu gorong-gorong harus direncanakan sedemikian rupa sehingga kerugian yang ditimbulkan akibat rusaknya gorong-gorong dapat ditekan sekecil-kecilnya.

Faktor ekonomi juga ikut menjadi pertimbangan dalam menentukan debit maksimum yang digunakan dalam mreencanakan ukuran gorong-gorong. Jika suatu gorong-gorong ditentukan memiliki umur ekonomis 20 tahun, sangat tidak wajar jika ukuran gorong-gorong ditentukan berdasarkan banjir 40 tahunan karena banjir ini mungkin hanya terjadi satu kali atau tidak akan pernah terjadi sama sekali. Dengan demikian  gorong-gorong tidak pernah atau hanya sekali saja digunakan sepenuhnya selama umurnya itu. Hal ini berarti pemborosan biaya karena kapasitasnya berlebih.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal yang perlu diketahui untuk menentukan debit yang akan dipergunakan dalam menentukan ukuran gorong-gorong, yaitu :

1.      Besarnya banjir-banjir yang akan datang

2.      Waktu terjadinya banjir tersebut

3.      Frekuensi terjadinya banjir dalam suatu periode tertentu

Besarnya banjir-banjir di sungai dapat diperkirakan dengan pengamatn secara langsung atau perhitungan secara tidak langsung. Pengamatan dilakukan selama bertahun-tahun agar diperoleh hasil untuk sutu periode yang panjang. Berdasarkan data-data pengamatan tersebut dapat diperkirakan frekuensi dari banjir yang bersangkutan. Tetapi jika tidak tersedia data-data mengenai banjir selama suatu periode yang lama, maka dapat digunakan rumus empiris. Rumus yang banyak digunakan adalah:

di mana : Q = debit (ft3/s)

I = intensitas hujan yang berlangsung selam waktu yang sama dengan waktu konsentrasi dari pengaliran (inchi/jam)

A = luas daerah alirannya (Acres, dimana 1 acres = 4043,3 m2)

C = angka pengaliran, yaitu : 0,1- 0,5 untuk tanah datar atau landai, bertumbuhan

0,3 – 0,5 untuk daerah padat

0,8 – 0,9 untuk daerah sangat padat/ pegunungan yang 

   tanahnya keras

1,0    untuk tanah basah

f = 3,0 untuk kemiringan permukaan tanah < 0,5 %

     2,5 untuk kemiringan permukaan tanah antara 0,5 – 1,0 %

     2,0 untuk kemiringan permukaan tanah > 1,0 %





Comments

Popular Posts